Senin, 14 Februari 2011

Tegar di Jalan Dakwah

Tegar di Jalan Dakwah
Buku Tegar di Jalan Dakwah ini membahas empat hal besar yang masing-masing dijelaskan dalam bab tersendiri:
1. Problematika internal aktivis dakwah,
2. Problematika eksternal dakwah,
3. Daya tahan di medan dakwah, dan
4. Yang tegar di jalan dakwah.
Meskipun judulnya problematika, bab 1 dan bab 2 juga mencantumkan solusi pada setiap problematika yang muncul. Solusi pada bab 1 lebih detail dan bersifat aplikatif karena menyangkut permasalahan internal kader, sementara solusi pada bab 2 lebih bersifat global terkait langkah apa yang perlu diambil oleh jamaah dakwah. Bab 3 berisi langkah-langkah sistematis “membangun” dan “menjaga” daya tahan di medan dakwah. Sedangkan bab 4 banyak berisi contoh-contoh dai atau jamaah dakwah yang tegar menghadapi beragam mihnah.

1. Problematika Internal Aktivis Dakwah
Pembahasan problematika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah dakwah adalah gejolak kejiwaan, ketidakseimbangan aktivitas, latar belakang dan masa lalu, penyesuaian diri, dan friksi internal.
Gejolak kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang perlu disadari adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak merugikan dakwah dan aktivis dakwah.
Di antara gejolak kejiwaan itu adalah: Pertama, gejolak syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan lebih berpeluang “menggoda.” Kedua, gejolak amarah. Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka bani Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi citra dakwah, hubungan antar aktivis dakwah, dan terjadinya fitnah di antara kaum muslimin. Ketiga, gejolak heroisme. Semangat heroisme memang bagus dan sangat perlu, tetapi ketika sudah tidak proporsional ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya. Keempat, gejolak kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar pada para mualaf yang mendapatkan hampir semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya soliditas internal jamaah. Meskipun yang dicemburui oleh Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan materi ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negatif.
Ketidakseimbangan aktivitas juga menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktivitas ruhaniyah dengan aktivitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah di dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktivitas pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan antara perhatian terhadap aspek kualitas dengan kuantitas SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau keseimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus dipraktekkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktivis dakwah.
Latar belakang dan masa lalu aktivis yang buruk bisa pula menjadi problematika internal dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah solutif. Latar belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya tsaqafah Islam, tekanan keluarga yang menentang aktivitas dakwah, dan kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang “jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibilitas sang aktivis dakwah. Solusi atas problem ini terangkum dalam kata “mujahadah.” Bagaimana seorang aktivis melakukan muhasabah, menyadari kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa dikendalikan.
Problematika internal yang keempat adalah penyesuaian diri. Yakni penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang melekat pada masing-masing marhalah dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah dan jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah saat ini juga mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya. Antara mihwar tanzhimi yang berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak mampu menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat “kelambanan” kemanusiaan, kecenderungan jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai keterbatasan kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga jelas mana yang termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan mana yang asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
Problem internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa timbul dari lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antar lembaga, atau antar personal pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah yang harus tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini. Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran penting bagi kita: bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan proses tarbiyah, friksi menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para aktivis dakwah, restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih utama dibandingkan sekadar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja “memecah” jamaah.
Problematika Eksternal Dakwah
Problematika eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya besar bagi kebaikan bangsa dan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan kultural, problematika moral, dan problematika sistemik.
Di antara problematika dakwah di Indonesia yang menyangkut aspek spiritual dan kultural adalah: berhala-berhala modern baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan kebenaran, sains yang diabsolutkan, materi yang ditaati, maupun kekuasaan yang dipuja-puja; syirik, khurafat dan tahayul yang masih merebak di masyarakat; globalisasi dan dialektika kultural; serta tradisi baik yang sudah tergerus dan tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan peradaban.
Problematika moral di antaranya adalah minuman keras dan penyalahgunaan obat-obatan, penyelewengan seksual, perjudian dan penipuan, serta tindakan brutal dan kekerasan.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika sistemik adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan, kebodohan, dan ancaman disintegrasi bangsa.

Daya Tahan di Medan Dakwah
Dakwah yang merupakan jalan panjang dan lintas generasi niscaya memerlukan daya tahan yang permanen. Bagi, individu kader dakwah daya tahan ini jug harus dimiliki agar tetap istiqamah sampai mengakhiri sejarah kehidupannya dengan husnul khatimah. Untuk itu, paling tidak ada lima faktor yang perlu dimiliki para aktivis dakwah untuk merealisir daya tahan di medan dakwah: menguatkan dan membersihkan motivasi, menggapai derajat iman, menggandakan kesabaran, kekuatan ukhuwah, dan dukungan soliditas struktur.
Untuk menguatkan dan membersihkan motivasi kita perlu selalu memahami makna ikhlas dan berupaya mencapainya dengan jalan: senantiasa memperbaharui niat, berusaha keras menunaikan kewajiban, berusaha keras mewujudkan kecintaan kepada Allah, merasakan pengawasan Allah, dan hati-hati dalam beramal.
Untuk mencapai derajat iman kita perlu : memiliki orientasi rabbani, yakni menjadikan seluruh aktivitas selalu berorientasi kepada Allah, dan sebaliknya, berhati-hati terhadap orientasi duniawi. Jika kita mampu mencapai derajat iman ini, maka Allah menjanjikan kemenangan atas musuh, jaminan bahwa orang-orang kafir takkan menguasai, mendapatkan izzah, mendapatkan kehidupan dan rezeki yang baik, menjadi khalifah di muka bumi, serta mendapatkan surga di akhirat nanti.
Untuk bisa menggandakan kesabaran kita perlu memberikan dorongan jiwa untuk mengejar dengan sungguh-sungguh faedah-faedah yang ditimbulkan oleh kesabaran, dan betapa besar buahnya bagi agama dan keduniaan kita serta melawan pengaruh hawa nafsu. Jika kesabaran telah kita miliki maka kita akan mendapatkan hikmahnya yang luar biasa: dijadikan pemimpin, pahala yang besar, kebersamaan Allah, dan mendapatkan berbagai macam kebaikan karena sabar.
Untuk membangun ukhuwah kita perlu memotivasi diri dengan keteladanan ukhuwah di zaman kenabian lalu memperbaiki hubungan sesama aktivis dakwah berlandaskan cinta dan kasih sayang. Kita juga harus meminimalisir penghambat-penghambat ukhuwah. Jika kekuatan ukhuwah ini terbangun kokoh, maka daya tahan kita sebagai aktivis dakwah maupun daya tahan jamaah di medan dakwah akan semakin kokoh.
Sedangkan upaya membangun soliditas struktur paling tidak meliputi konsolidasi manajerial dan konsolidasi operasional. Konsolidasi manajerial dilakukan dengan penataan manajemen yang bagus dan profesional dalam setiap jalur dan lini. Selain mengambil prinsip-prinsip dari Al-Qur’an dan Hadits, prinsip manajemen modern juga bisa diterapkan. Konsolidasi operasional dimaksudkan untuk mensinkronkan berbagai kegiatan dalam skala gerakan, sekaligus senantiasa mengarahkan gerak dakwah kepada tujuan yang ditetapkan. Selain itu, untuk membangun soliditas struktur perlu menghindari hal-hal yang bisa merusaknya yaitu munculnya sekat komunikasi dan lemahnya imunitas struktural (mana’ah tanzhimiyah).

Yang Tegar di Jalan Dakwah
Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para sahabatnya, tabi’in, tabiit tabi’in, dan seterusnya.
Di antara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.
Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama jamaah. Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktivis dakwah juga berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan keyakinan akan janji-janji-Nya. Dan pada semua mihnah, kedekatan dengan Allah dan tawakal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah!

Selasa, 01 Februari 2011

Membina Angkatan Mujahid, by; Sa'id Hawa

MEMBINA ANGKATAN MUJAHID

Tentang Ikhwanul Muslimin, melalui penjelasan Hasan Al Banna, terdapat dua fenomena; pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaruan yakni dakwah. Pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala'ah terhadap risalah ikhwan, koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus, seberapa pun ukurannya; konsentrasi terdapap terhadap spesifikasi keilmuan

                  
* Hasan Al-Banna Peletak Teori Gerakan Islam Kontemporer

            Hasan Al-Banna hadir di saat kaum muslimin dalam keadaan tidak menentu.         
Walaupun mereka berjuang, namun hasil perjuangannya tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Fikrah Hasan Al-Banna adalah fikrah yang syamil (komprehensif), yang memenuhi seluruh kebutuhan kita, dan mengandung gagasan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini, dan dapat pula mengantarkan pada kemenangan islam secara total dengan izin Allah.

Barangsiapa yang mengamati realitas kaum muslimin kini, niscaya ia akan mendapati bahwa kapan pun dan di mana pun ide Hasan Al-Banna hadir, di situ muncul dinamika islam dan kaum muslimin. Sebaliknya, pada ketiadaannya kita akan menyaksikan mentalitas yang hina dan tunduk pasrah kepada kekuatan internasional yang kafir, di samping kekuatan regional yang zhalim.

Meskipun Hasan Al-Banna adalah satu-satunya tokoh yang kredibel untuk mengemukakan pandangan dan teori amal islami-berkat anugerah Allah swt-dakwah yang ditegakkannya memiliki mata rantai sejarahnya, di mana jika mata rantai itu saling berselisih, maka terjadilah kerusakan dalam dakwah. Bahaya paling besar yang dihadapi oleh dakwah dan jamaah ini adalah pewarisan yang cacat dan penisbatan diri-yang tidak benar-kepada Hasan Al-Banna.


* Kunci Memahami Dakwah Ikhwanul Muslimin

Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan seorang muslim adalah bahwa
umat islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim adalah memberikan kesetiannya pada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk memahami persoalan Ikhwanul Muslimin. Untuk masa sekarang agaknya hanya Ikhwanul Muslimin yang telah memenuhi syarat-syarat itu, karena jamaah islamiyah adalah jamaah yang mempunyai pemimpin yang lurus, yang lahir dari rahim shaf yang lurus pula, dan dibidani oleh sistem syura yang islami. Memiliki ciri-ciri kislaman sejati tanpa tambahan sifat lainnya. Berikap kritis, mengembangkan, dan mempelopori kebaikan di bawah naungan sifat-sifat itu. Aktif menegakkan islam secara total dalam segala lingkup, memahami islam secara baik dan komitmen penuh dengan mengikuti cara-cara yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

            Kunci ketiga dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan simbol bagi berkiprahnya panji politik islam di banyak wilayah islam. Ikhawnul Muslimin telah mengibarkan kembali panji-panji perjuangan untuk menegakkan sistem politik islam.

            Reformasi islam adalah trade mark Ikhwanul Muslimin yang pertama. Pembaharuan dan paham zaman menjadi kata kunci untuk mengetahui dakwah pokok Ikhwanul Muslimin. Yang masuk dalam dakwah antara lain :

1. Gerakan menghidupkan islam sesuai yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menuntut penghidupan ilmu, amal, situasi ahati, jiwa, dan ruhani

2. Proses menghidupkan islam menyangkut hal-hal :
♦ Fiqih dusturi (fiqih negara) dan memformat kehidupan islam dengannya
♦ Fiqih an-niqabah (sistem perserikatan dagang)
♦ Qawanin (undang-undang)
♦ Sistem rumah tangga islami
♦ Mengembalikan dinamika kehidupan umat islam

3. Menghidupkan sistem nilai islam secara global dan sektoral Prinsip umum dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah :
1. Ikhwanul Muslimin yang merupakan hizbullah (partai Allah) memiliki tujuanm sarana, undang-undang, khithah, dan berbagai atuan lainnya, yang disandarkan pada islam, komitmen pada islam, dam islam sebagai titik tolak (An-Nahl : 89)
2. Ikhwan adalah jamaah yang masuk ke dalam syariat islam. Pendapat yang beragam terhadap satu persoalan menjadikan daulah islam berhadapan dengan berbagai pilihan, yang dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat. Ikhwan pada hakekatnya menegakkan komitmen kepada islam sekaligus mengakomodasi kepentingan zaman dengan jangkauan operasional seluas mungkin.
3. Memelihara opini umum baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional, pada
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat islam dan dalam batas-batas yang tidak mengakibatkan ternodainya.

4. Hal-hal yang dijadikan pegangan oleh Ikhwanul Muslimin adalah :
♦ Dibenarkan oleh syariat
♦ Harus sebanding dengan senjata musuh dan dapat mencapai tujuan

5. Prinsip politik luar negeri Ikhwan adalah prinsip maslahah dengan maslahah dan pergaulan adil sama adil

6. Setiap wilayah hendaknya memiliki undang-undang, institusi, dan persoalannya sendiri
yang ditetapkan berdasarkan ushul fiqih sesuai wilayah yang bersangkutan, namun semua wilayah pemerintahan islam harus tunuk pada satu kekuasaan Amirul mukminin dan seluruh perangkat pemerintah pusat dalam perspektif undang-undang yang berlaku
7. Ada hukum yang dapat berubah mengikuti perubahan masa, akan tetapi perubahan ini berkaitan dengan kaidah-kaidah perubahan dalam perspektif islam
Hal-hal yang perlu diketahui sebagai anggota ikhwanul muslimin adalah :
1. Memahami permasalah dakwah kita, mendakwahkannya, serta mentarbiyah dan menarik perhatian orang untuk mendukungnya
2. Cara dakwah harus dapat menyentuh pembicaraan tentang ruh, jiwa, hati, serta nilai-nilai islam yang dapat dicapai. Memahami bekal perjalanan, prinip-prinsip langkah, dan kendala-kendala mendadak yang mungkin muncul di tengah perjalanan dakwah
3. Memahami kapasitas intelektual orang yang kita dakwahi.
Inilah ringkasan sebagian dari kunci untuk memahami Ikhwanul Muslimin dan dakwahnya, serat masalah-masalah yang dihadapi. Ini adalah pengantar terhadap Risalah Ta’lim agar kita mengetahui kedudukannya dalam dakwah Ikhwan dan kpentingannya dalam amal islami masa kini.

* KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID

                   Hasan Al-Banna berkata, “Imanmu kepada bai’at ini mengharuskanmu menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi ‘batu bata’ yang kuat. Wajib dalam hal ini berarti segala bentuk komitmen dakwah yang dituntut oleh gerakan islam masa kini.

                                                                                  
Kewajiban ini telah mencakup semua sisi kepribadian seorang akh mujahid Kewajiban-kewajiban yang berjumlah empat puluh ini adalah muatan operasional bai’at terhadap sepuluh rukun bai’at ini
Kewajiban Pertama Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.” Mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu bulan atau seminggu, karena dalam diri seorang mujahid ada hak-hak lain yang harus ditunaikan , sekaligus akan mendapat pahala penghayatannya Al-Qur’an mengandung santapan dan pengobatan hati manusia. Jika tidak memiliki waktu cukup untuk membaca Al-Qur’an, maka usahakan menentukan waktu beberapa hari dalam sebulan untuk melakukannya

Kewajiban Kedua, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaknya engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama, dan merenungkan artinya.” Memperbaiki bacaan Al-Qur’an dengan mempelajari ilmu tajwid. Menghayati makna Al-Qur’an. Mendengarkan bacaannya dengan khusyuk dan memperhatikannya dengan serius

Kewajiban Ketiga, Ustadz Hasan Al-Bann berkata, “Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai dengan waktu yang tersedia. Buku yang dirasai mencukupi kebutuhan ini minimal adalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak membaca hadist Rasulullah saw, minimal hafal empat puluh hadist; ditekankan untuk menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji risalah tentang pokok-pokok akidah dan cabang-cabang fiqih.” Membaca sirah nabi untuk menuju kedudukan sebagai teladan yang utama. Melakukan kajian terhadap ilmu dasar aqidah melalui buku-buku ahlus sunah wal. Pendalaman berbagai ilmu termasuk mempelajari satu kitab tentang fiqih dalam madzhab seorang imam

Kewajiban Keempat, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Di samping itu perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.” Melakukan general check up dan berobat bila terkena penyakit. Mengontrol secara ketat makanan dan minuman yang dikonsumsi dan olahraga harian. Memperhatikan hal-hal yang dapat melemahkan dan mengganggu kesehatan tubuh. Memelihara tubuh agar dapat digunakan untuk kebaikan

Kewajiban Kelima, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh, dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya kecuali dalam keadaan darurat dan hendaklah engkau menghindarkan diri sama sekali dari rokok.”

Kewajiban Keenam, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja, karena agama ini dibangun atas dasar kebersihan.”

Kewajiban Ketujuh, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.” Menjadi orang yang jujur. Perkecualian untuk jujur yang membawa mudharat.

Kewajiban Kedelapan, Al-Banna mengingkarinya, bagaimanapun kondisi yang engkau hadapi.”

Kewajiban Kesembilan,Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.”

Kewajiban Kesepuluh, Ustad Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.”

* TAHAPAN – TAHAPAN DAKWAH

              Dalam Risalah Ta’lim, Hasan Al Banna mengatakan,”Tahapan dakwah ada tiga macam” :

            Dalam tahapan ini dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarkat. Sistem dakwah untuk tahapan ini adalah sistem kelembagaan. Urgensinya adalah kerja sosial bagi kepentingan umum, sedangkan medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktivitas lainnya.

            Dalam tahapan ini dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir politik untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun bagian yang ada. Sistem dakwah pada tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tataran ruhani dan bersifat militer dalam tataran operasional. Slogan kedua aspek ini “perintah dan taat dengan

             Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya kecuali orang-orang yang tulus.

Agar ketiga tahapan ini sukses maka kita harus memiliki tiga perangkat, yakni :

perangkat ta’rif, perangkat takwin, dan perangkat tanfidz. Setiap perangkat memiliki manhaj, perencanaan, metode dan kecakapan.

* Bentuk – Bentuk Kegiatan

       Seluruh unsur jamaah berkonsentrasi melakukan kegiatan ta’rif melalui ceramah-ceramah halaqah, penyebaran buku dan penjelasan. Pada bentuk ini menuntut adanya yang kapabel dalam menata kegiatan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tahapan berikutnya.

        Seluruh unsur jamaah di saat yang sama berkonsentrasi melakukan ta’rif dengan sarana-sarananya, takwin dengan sarana-sarananya, dan tanfidz dengan sarana- sarananya Pemimpin harus pandai meletakkan persoalan pada tempatnya.

         Seluruh unsur jamaah secara serentak bergerak di tahapan ta’rif, lalu berpindah secara serentak untuk melakukan takwin terhadap unsur-unsur yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya, lalu bergerak secara serentak pula menuju tanfidz


           Jamaah hanya memusatkan kegiatan pada ta’rif dan takwin pada saat yang bersamaan. Pemimpin mempersiapkan langkah tanfidz dan kajian berbagai kemungkinan.
Ta’rif, takwin, tanfidz dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan diawasi oleh suatu unit tersendiri. Bentuk ini menuntut setiap personil memiliki kemampuan melakukan ta’rif, takwin, dan tanfidz.

* Beberapa Pendapat Tentang Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz

Sejauh mana kadar ketepatan kita memilih bagi setiap persoalan, sejauh itulah kesempurnaan perjalanan yang kita tempuh. Persoalan-persoalan itu ada tiga :

1. Kematangan teori tentang ta’rif, takwin, dan tanfidz

2. Adanya pribadi-pribadi yang matang dalam tiga tahapan ini

3. Adanya perangkat yang matang dalam tiga tahapan ini

Apakah Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz Itu ?

       Tentang ta’rif, Hasan Al Banna mengatakan, “Ta’rif terlaksana dengan menyampaikan dakwah kepada semua orang. Beliau juga mengatakan tentang tahapan ini.” Tahapan seruan, pengenalan, penyebaran fikrah, dan menyampaikannya kepada seluruh lapisan. Tentang takwin, Hasan Al Banna mengatakan, “Takwin ini memilih unsur-unsur yang baik untuk mengemban beban jihad, dan memadukannya antara yang satu dengan yang lain.” Ia mengatakan juga, “kemudian tahapan takwin, menyeleksi pendukung, mempersiapkan pasukan, dan memobilisasi shaf dari kalangan para mad’u”.

Tentang tanfidz, Hasan al Banna mengatakan, “Dakwah di era tanfidz, adalah jihad yang tiada ragu dan perjuangan yang terus menerus untuk meraih cita-cita. Beliau juga mengatakan tahapan tanfidz adalah tahapan aksi dan produksi. Tanfidz ada dua macam, yakni tanfidz yaumi (pelaksanaan harian) dan tanfidz syamil (pelaksanaan Integralitas Antara Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz. Setiap tahapan harus menjadi penyempurna bagi tahapan sebelumnya, dan standar kesempurnaannya haruslah transparan. Dengan ilmu dan keahlian itulah seseorang mendapatkan statusnya sebagai naqib atau naib. Boleh jadi, dengan wawasan keislaman yang minimal seseorang dapat direkomendasikan untuk memegang tugas takqin, atau dengan wawasan ketakwinan minimal ia diajukan untuk mengurus kegiatan tanfidz. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa setiap tahapan membutuhkan tahapan sebelumnya dan setiap tahapan menjadi pelayan bagi tahapan berikutnya.

                Yang dimaksud dengan ta’rif adalah memperkenalkan islam secara umum kepada orang baik secara ilmiah maupun praktis. Adapun yang dimaksud dengan takwin adalah mentarbiyah orang dengan standar keanggotaan dalam jamaah untuk memainkan perannya yang optimal bagi pelayanan islam. Tanfidz yang tidak tegak di atas pondasi ta’rif dan takwin, akan berakhir dengan kegagalan oleh sebab-sebab berikut :

1. Perangkat tanfidz akan termasuk unsur yang sebenarnya tidak layak diberi

2. Pelaksanaan tanfidz masa sekarang memerlukan kecerdasan dan ketrampilan yang

3. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang dapat senantiasa mensuplai sumber daya manusia untuk menunaikan tugas-tugas tanfidz

4. Perangkat tanfidz jika tidak dapat menggerakkan sekelompok umat melalui perangkat ta’rif dan takwin akan gagal belaka

5. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang dapat mempersembahkan pemecahan masalah di tubuh umat secara menyeluruh, serentak dan spontan

6. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang mampu melakukan kontak individu dengan Secara rinci Hasan Al Banna menyebutkan bahwa enam peringkat keanggotaan dapat diringkas menjadi empat, yakni peringkat para pendukung, mujahidin, para naqib, dan para naib. Karakter untuk setiap peringkat keanggotaan adalah kadar pengetahuannya.

Kadar pengetahuan minimal bagi seorang muslim adalah memahami hal-hal penting yang dilakukannya sehari-hari. Setiap muslim harus mempelajari buku yang ringkas tentang aqidah, fiqih, akhlak, cara membaca Al-quran, tajwid, dan menghafal surat- surat yang disunnahkan untuk dihafal.