Senin, 26 Maret 2012

Labs Today

Labs Today
Gempa dan Tsunami Di Jepang
VIVAnews.com

Gempa dengan kekuatan 8,9 skala Richter mengguncang Jepang, Jumat 11 Maret 2011. Gempa itu memicu tsunami yang memporak-porandakan pesisir timur negara itu. Sebuah pukulan besar bagi Jepang yang dikenal negeri paling siap menghadapi gempa dan tsunami di muka bumi ini. Berdasar data Badan Meteorologi Jepang, gempa yang memicu sunami ini merupakan yang terdahsyat dalam kurun waktu 140 tahun terakhir. Belum lagi ditambah meledaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Fukushima. Negeri Sakura di ambang bencana nuklir.

Pusat gempa tepat berada 130 kilometer (km) di lepas pantai timur kota Sendai atau 400 km di timur laut kota Tokyo pada kedalaman 24,4 km. Gempa bumi ini menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat setinggi 10 meter di sekitar kota Sendai.

Jumlah orang yang dikonfirmasikan tewas atau tercatat sebagai orang hilang oleh Badan Kepolisian Nasional Jepang mencapai 18.000 pada Sabtu, delapan hari setelah gempa dahsyat dan hantaman tsunami. Ada kekhawatiran jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dari bencana yang menyapu daerah permukiman yang luas sepanjang pantai Pasifik utara pulau Honshu itu.

Badan kepolisian nasional seperti dilaporkan AFP mengatakan, 7.197 orang telah dikonfirmasi tewas dan 10.905 resmi terdaftar sebagai hilang , total 18.10. Hingga pukul 09:00 waktu setempat Sabtu, sebagai akibat dari bencana 11 Maret itu.

Sejauh ini pemerintah Jepang telah menginstruksikan penduduk yang tinggal dalam radius 20 sampai 30 kilometer dari lokasi PLTN Jepang untuk tinggal di dalam rumah. Pemerintah Jepang menaikkan level bahaya radiasi Nuklir ke level lima akibat rusaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Fukushima.

Gempa dan tsunami menimbulkan krisis di Jepang, bahkan yang terburuk paska Perang Dunia II. Bagaimana masyarakat Jepang menghadapi bencana ini? Seperti dimuat situs CNN, makanan dan air menjadi barang langka di Jepang. Listrik di zona tsunami nyaris tak ada. Namun, berbeda dengan kondisi bencana di negara lain di mana terjadi kerusuhan, ledakan emosi publik yang marah dan berduka, warga Jepang nampak tenang meski berkabung. Masyarakat dengan sabar berdiri, antre selama berjam-jam dengan teratur demi mendapat beberapa botol air.

Minggu, 29 Mei 2011

Ensiklopedi Fiqih Ibadah

Beribadah hanya kepada Allah merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia.

Allah berfirman (yang artinya):
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku.” (Adz-Dzariyaat: 56)

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami ini (agama) yang bukan bagian darinya, maka amalan itu tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam satu riwayat oleh Imam Muslim: “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan itu tertolak.”


Fiqih Ibadah adalah fiqih yang secara khusus mengupas tuntas permasalahan ibadah. Ruang lingkup ibadah adalah ibadah shalat, zakat, puasa dan haji.

Sebelumnya, kita awali dengan Zakat dulu ya….
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak.  Sedangkan menurut terminology Syari'ah zakat berarti kewajiban atas harta atau
kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu.

-Keterangan definisi : Kewajiban atas sejumlah harta tertentu, berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8 asnhaf. Waktu untuk mengeluarkan zakat adalah ketika sudah berlalu setahun (haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz dan ketika bulan Ramadhan sampai sebelum shalat 'Iid untuk zakat fitrah.
- Landasan Kewajiban Zakat
1.AL QUR'AN
• Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".

Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Surat Al An'aam ayat 141: Artinya: "Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)".

2. SUNNAH
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa


Menjadi Murabbiyah Sukses  
(Cahyadi Takariawan dan Ida Nur laila)


“Malaikat, penduduk langit dan bumi, sampai semut-semut di lubang dan ikan-ikan di lautan
memohonkan rahmat-Nya bagi manusia yang mengajarkan kebaikan.”

            Ketika banyak orang terkesima hiruk-pikuk pengidolaan, di mana jejak-jejak Muslimah dakwah? Akankah ia menjadi idola?
            Sayyidah Khadijah adalah wanita yang sempurna, seorang yang mulia lagi pula bangsawan, teguh hati, cerdas, terpelihara, agung, suci hatinya, bersih jiwanya, banyak hartanya, cantik rupanya, cerah mukanya, halus perasaannya, senang berbuat adil dan mulia akhlaknya. Dengan segala pengorbanan –dari harta benda hingga jiwa- beliau ikhlaskan demi keberhasilan dakwah Rasulullah dan kejayaan Islam. Semua ini telah dipersiapkan Allah untuk mendapat kedudukan yang agung di dunia ini.
            Lalu, bagaimana dengan kita, yang mengaku menjadi umatnya? Akankah kita rela berkorban dengan seluruh waktu, harta, jiwa dan raga ini untuk kejayaan Islam?
            Dakwah bukanlah sekadar kewajiban, namun juga “pilihan.”  Bersyukurlah oramg-orang yang memilih dakwah sebagai jalan hidupnya. Jalan dakwah sebagai pilihan bukan semata-mata lahir dari relung naluri, tabiat, dan bakat kemanusiaan saja, ia harus diyakini sebagai hidayah dari Allah. Kesadaran seperti inilah yang akan membuat kita yakin hidup ini akan senantiasa dibimbing petunjuk-petunjuk Allah.
            Aktivitas kehidupan itulah cerminan aktivitas dakwah kita, yaitu melalui “Tarbiyah”. Lalu, bagaimana memulai tarbiyah?
Jawabannya adalah >> timbulkan “rasa ketertarikan”

>> Bagaimana menimbulkan ketertarikan?
• Keihlklasan anda
• Penampilan komunikasi anda
• Perhatian anda
• Keramahan dan kehangatan anda
• Keilmuan anda
• Posisi anda
• Senyum anda anda
• Bahasa

>> Siapakah yang akan dibina?
• Semua manusia memerlukan pembinaan
• Kemampuan dan potensi manusia berbeda-beda

>> Bagaimana melakukan pengelompokkan?
• Pengenalan kondisi umum mutarabbiyah
• Pengenalan latar belakang aktivitas mutarabbiyah
• Menentukkan kelompok

>> Proses memilihkan murabbiyah
• Keunggulan mustawa (tingkatan) ruhi, fikri, amali 
• Kedekatan kondisi sosial ekonomi
• Kedekatan usia biologis
• Kedekatan lokasi
• Kedekatan kecenderungan kejiwaan

>> Bagaimana manhaj tarbiyah diaplikasikan?
• Pahami kondisi mutarabbiyah dengan baik
• Tentukanlah muwashafat yang belum terealisir pada mutarabbiyah
• Pilihlah, poin muwashafat yang hendak anda capai bersama mutarabbiyah
• Tentukan sarana tarbiyah yang sesuai untuk mencapai muwahafat tersebut

>> Persiapan menjadi murabbiyah
• Siapkan mental
• Siapkan ilmu
• Siapkan spiritualitas
• Siapkan akhlak Kemampuan khas murabbiyah
• Bahasa arab
• Bahasa Indonesia
• Menulis dengan huruf arab
• Menulis huruf latin
• Berbicara
• Beretorika
• Mendengarkan
• Menyegarkan suasana
• Berkomunikasi
• Bercerita
• Memimpin forum
• Merespon dan menyelesaikan masalah Memulai interaksi
• Membuat kontrak tarbiyah
• Membangun kepercayaan awal
• Membangun kedekatan
• Membangun komunikasi efektif
• Mintalah feedback dari mutarabbiyah

>> Yang jangan pernah dilakukan
• Bersikap kaku/kasar
• Melupakan nama
• Memotong pembicaraan
• Menegur langsung di hadapan akhawat yang lain
• Tidak mau menyempatkan mendengar curhatannya
• Tidak memberikan waktu untuknya
• Tidak menanggapi usulannya
• Tidak dialogis dalam mengelola forum
• Tidak pernah menanyakan kondisinya
• Tidak pernah memujinya
• Tidak mau mengakui kesalahan dan meminta maaf
• Ghibah

>> Perlengkapan bagi murabbiyah
• Quran
• Hadist arba’in
• Buku induk kumpulan paket materi tarbiyah
• Catatan materi
• Referensi induk
• Referensi rujukan
• Administrasi
• Media
• Transport
• Komunikasi

>> Pengelolaan Teknis
• Mengelola tempat pertemuan
• Kejelasan teknis pertemuan
• Menyiapkan perlengkapan teknis yang diperlukan di tempat acara
• Menyiapkan ruangan
• Pengaturan kedatangan
• Penjagaan ketertiban dan kerapian

>> Pengelolaan forum
Persiapan awal
• Pengecekan kehadiran
• Pengecekan kesiapan perlengkapan
• Penataan forum tarbiyah      

>> Pengelolaan agenda forum tarbiyah
• Pembukaan
• Tilawah
• Kultum
• Penyampaian materi
• Diskusi
• Syura
• Taklimat
• Kesimpulan
• Penutup
• Infaq
• Pengecekan syiar dan hafalan

>> Kegiatan tarqiyah bersama
• Mabit atau jalsah ruhiyah
• Diskusi atau bedah buku
• Daurah ilmiyah tsaqafiyah
• Kursus bahasa arab
• Dauroh manajemen dan lifeskill
• Riyadhah
• Mukhayam
• Rihlah
• Silaturahim
• Shalat fardhu berjamaah
• I’tikaf ramadhan
• Membagi hadiah Kegiatan tadribiyah
• Kegiatan munasharah atau pembelaan terhadap kaum muslimin
• Kegiatan muzhaharah atau demonstrasi
• Kegiatan kepanitiaan
• Mengisi daurah
• Aktivitas organisasi
• Mengelola halaqoh tarbawiyah
• Keterlibatan dalam dakwah amah       

>> Tips :
• Membangun keterbukaan
• Hidupkan suasana diskusi
• Libatkan mereka dalam program halaqah
• Variasikan kegiatan halaqah
• Libatkan mereka dengan acara-acara keislaman
• Libatkan dalam aktivitas amal jama’i
• Jangan terlalu banyak memberi beban

Menarik simpati para binaan dalam awal-awal mentoring sangat dipengaruhi oleh kondisi keimanan Anda sebagai murobbi, guru atau pendidik. Dimulai dari kepribadian Anda. Akhlak dan sikap Anda lebih diperhatikan oleh binaan daripada pengetahuan Anda tentang materi yang sedang disampaikan. Lebih penting daripada keahlian Anda berbicara. Bahkan lebih penting daripada apa yang Anda sampaikan. Faktanya, kepribadian Anda menentukan 80% kesuksesan dalam menarik simpati mereka.
            Kesalahan terbesar jika Anda berpikir bahwa dakwah membutuhkan Anda. Dari kali pertama Anda bergabung dengan kafilah dakwah sampai akhir hayat, Andalah yang membutuhkan dakwah. Jangan pernah merasa berjasa kepada dakwah, jangan berpikir dakwah ini berhutang budi karena aktivitas Anda. Barangsiapa berbuat baik, maka itu untuk dirinya sendiri. Bersyukurlah jika Allah masih memberikan kenikmatan dalam berdakwah pada diri Anda. Semakin Anda bersyukur, maka Allah akan semakin menambah nikmat Nya.
             Katakan pada diri Anda sendiri bahwa Anda akan berjuang dan terus bersama dakwah sampai kapanpun. Jika ada 100 orang yang berjuang, pastikan Anda termasuk di dalamnya. Jika ada 10 orang yang berjuang, pastikan Anda termasuk di dalamnya. Jika ada 1 orang yang berjuang, pastikan bahwa orang itu adalah Anda.
              Salah satu rahasia kesuksesan adalah melakukan apa yang Anda cintai. Menjadi murobbi sukses berarti menjadi orang yang terus berkomitmen dalam dakwah, komitmen dalam meningkatkan kapasitas diri, dan peduli pada binaan. Memberikan perhatian sekecil apapun kepada binaan, sangat besar dampak positifnya. Anda adalah murobbi dalam setiap waktu, bukan hanya sepekan sekali. Anda adalah murobbi bagi diri Anda sendiri, keluarga, binaan, dan orang-orang di sekitar Anda.
             Karena membina adalah “FLASH – TRACK” (red: jalan tercepat) menuju Syurga-Nya
(ungkap seorang trainer mentoring Bogor; Bp. Sri Mudji, dalam Dauroh Mentoring, 28 Mei 2011)
             Selamat membina!
                              Wahai Ukhty Sholihah, Mujahidah sejati ^_^
                                                                                                               Wallohu aĆ¢lam bish showab

Selasa, 03 Mei 2011

           Mengapa Tidak Menjadi Murabbi? 

Ada enam alasan mengapa kader dakwah ragu untuk menjadi murabbi yang direkam dalam buku Menjadi Murabbi Itu Mudah. Alasan-alasan itu adalah merasa belum siap, merasa belum pantas, merasa tidak cocok, belum mendapatkan kelompok binaan, sibuk, atau trauma pengalaman.
Alasan yang pertama bisa dijawab dengan langsung menjadi murabbi, tanpa membayangkan hal yang belum terjadi.
Action! Untuk ketidaksiapan teknis ketika mengisi halaqah, Bersama Dakwah Intisari Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah.
Muhammad Rosyidi memberikan tips: cermati murabbi mengisi halaqah dari awal sampai akhir, jiplak saja. Selebihnya konsultasikan ke murabbi.
Alasan kedua, merasa tidak pantas, harus segera diatasi.
Pertama, pahamkan diri bahwa seorang yang berdakwah tidak harus menunggu sempurna. Sambil terus memperbaiki diri. Para sahabat Nabi langsung mendakwahkan apa yang mereka terima dari Rasulullah, tanpa menunggu semua surat Al-Qur'an turun lengkap. Kedua, buat target kapan pantas jadi murabbi. Kekurangan yang telah disadari harus dibenahi dalam tenggang waktu tertentu. Jika tak ada waktu yang bisa dijadikan batasan sampai pantas, barangkali alasan yang sebenarnya adalah ketidakmauan atas nama ketidakpantasan.
Merasa tidak cocok biasanya menimpa kader yang nervous bicara di depan orang banyak, atau kurang menguasai materi. Banyak juga keraguan ini menimpa mereka yang pernah gagal menjadi murabbi. Saran dalam buku Menjadi Murabbi itu Mudah adalah dengan memberanikan diri menjadi murabbi. Jangan pernah merasa tidak cocok kalau hanya pernah gagal satu atau dua kali. Sambil terus meng-up grade diri sebagai langkas antisipasi.
Alasan keempat bisa dijawab secara personal, kelompok tarbawi, atau struktur. Secara personal berarti meningkatkan kemampuan rekrutmen, berupaya melakukan dakwah fardiyah. Secara kelompok, ini bisa disikapi dengan Bersama Dakwah Intisari Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah menggelar rekrutmen yang difasilitasi murabbi. Tentu adanya peran struktur menjadi solusi yang lebih baik. Misalnya dengan adanya bursa murabbi dan mutarabbi di samping secara berkala menggelar acara-acara rekrutmen. Untuk alasan sibuk, justru murabbi adalah tugas yang biasa dijalankan dengan baik oleh mereka yang terbiasa sibuk.
Kesulitan waktu bisa diatasi dengan mengkomunikasikan kepada struktur sehingga murabbi yang bisa di satu waktu dipertemukan dengan mutarabbi yang bisanya juga di waktu
itu. Sedangkan trauma pengalaman biasanya dialami oleh mereka yang pernah "ditinggalkan" mutarabbi. Bisa jadi karena sikapnya yang berbeda dalam masalah khilafiyah. Seharusnya kegagalan tidak menjadikankader trauma untuk memegang halaqah lagi. Justru dengan banyaknya pengalaman ia akan menjadi expert. Maka solusinya adalah, lakukan. Do it!

Karena Menjadi Murabbi itu Luar Biasa
Motivasi itu penting. Dan motivasi berangkat dari pemahaman yang benar. Menjadi murabbi itu luar biasa. Banyak keutamannya. Kesiapan kader untuk menjadi murabbi akan semakin kokoh jika ia memiliki motivasi tinggi di samping keberhasilannya menepis keraguan-keraguan di atas.
Bersama Dakwah Intisari Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah Pada bab 3 dan 5 Menjadi Murabbi Itu Mudah, Muhammad Rosyidi menguraikan bahan motivasi itu. Bahwa kita perlu memahami status murabbi dan untungnya menjadi murabbi. Keduanya bahkan diletakkan sebelum alasan tidak menjadi murabbi pada bab 6.
Setidaknya, ada hal yang dijelaskan dalam buku Menjadi Murabbi Itu Mudah terkait status Murabbi. Pertama, murabbi itu menyambung mata rantai dakwah. Tanpa murabbi dakwah akan terputus. Dan jangan sampai kita termasuk pemutus mata rantai itu. Kedua, menjadi murabbi berarti berkontribusi bagi dakwah. Kontribusi yang teramat besar nilainya bagi seorang kader dakwah. Kontribusi spesial. Apapun amanah kader di dalam struktur atau wajihah, menjadi murabbi adalah amanah utama yang tidak boleh dikesampingkan. Ketiga, tidak adaoutsorcing dalam menjadi murabbi. Jadi seorang ikhwah tidak boleh berpikir; saya
merekrut saja, biar orang lain yang membina. Saya di struktur saja, atau mengisi taklim saja, biar saya wakilkan halaqah kepada ikhwah lainnya.
Sedangkan untungnya menjadi murabbi diuraikan dalam bab 5 sebagai berikut: memperoleh pahala sebagai dai, mendapatkan multi level pahala, menjadi lebih memahami
tarbiyah, termotivasi untuk terusmeningkatkan amal, menjadi sarana pendewasaan diri, dan aplikasi taawun.
Bersama Dakwah Intisari Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah ….
Segera Menjadi Murabbi, Siapkan Mental, Pilih Gaya Sendiri!
Cara terbaik menjadi murabbi adalah memulainya. Maka motivasi yang telah ada harus segera menemukan krannya. Action. Bisa jadi halaqah itu murni baru, bisa jadi ia lanjutan dari taklim rutin yang di-khas-kan, atau yang lainnya. Sambil jalan murabbi baru perlu mensetting mentalnya. Bahwa murabbi itu pantang menyerah, bersikap tenang, dan bijak menyikapi realitas binaan. Tidak menyerah meski hujan datang, tetap datang. Tidak menyerah meski lelah. Tetap tenang meskipun barangkali ada tetangga yang bertanya ada cara apa. Tetap tenang meskipun ada peserta yang di awal halaqah bertanya yang menyulitkan. Bijak menyikapi realitas binaan yang berbeda latar belakang maupun sangat tidak ideal dalam Islam. Murabbi perlu bijak, karena mereka masih baru.
Dalam menyampaikan materi, kita bisa memilih gaya kita sendiri. Bisa gaya tekstual dengan cara membacakan materi halaqah. Bisa gaya multimedia dengan membawa laptop dan menyajikan materi dalam bentuk powerpoint. Bisa gaya mengkaji kitab, dengan membaca kitab lalu menguraikan sendiri penjelasannya. Atau gaya paparan dengan cukup
menuliskan rasmul bayan lalu menjelaskannya.
Bersama Dakwah Intisari Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah Masih banyak tips-tips berikutnya dalam mengelola halaqah dalam buku Menjadi Murabbi Itu Mudah. Membaca buku ini, insya Allah menjadi pencerahan dan penyemangat bagi calon murabbi bahwa Menjadi Murabbi Itu Mudah. Meski demikian, buku ini juga perlu dibaca para murabbi sebagai upaya in'asy, pengembangan, peningkatan, dan up-grade kualitas. Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin] Bersama Dakwah

Menuju Jama’atul Muslimin


Menuju Jama’atul Muslimin

                                                                                                 
Tidak pernah ada peradaban yang berkembang tanpa dukungan struktural yang kokoh. Setiap peradaban hampir selalu melalui tiga fase besar untuk berkembang.
Pertama, fase perumusan ideologi dan pemikiran; kedua, fase strukturalisasi; dan ketiga, fase perluasan (ekspansi). Ideologi-ideologi besar semuanya mengalami tiga fase tersebut. Lihatlah Komunisme, Kapitalisme Barat, dan tak boleh dilupakan: Zionisme Internasional.

Jika kebangunan (peradaban) Islam modern telah dimulai secara individu oleh para tokoh dan pemikir seperti Sayyid Jamaluddin al-Afghani, Dr. Muh. Iqbal, Muh. Abduh, Muh. Rasyid Ridha, dan seterusnya, maka rintisan pemikiran yang bersifat individual itu disambut secara lebih tertata, diantaranya dua tokoh pemuka da'wah yang tidak bisa dilupakan jika berbicara tentang kebangkitan Islam, yaitu Abul A'la Maududi dengan Jama'at Islaminya, dan asy-Syahid Hasan al Banna dengan Ikhwanul Musliminnya.

Dua pemuka inilah yang meletakkan dasar-dasar struktural gerakan kebangkitan Islam. Keduanya memiliki gagasan dasar yang sama. Bahwa kejayaan Islam dan mengembalikan Kekhilafahan Islam harus dimulai dari bawah, artinya persoalan aqidah yang kokoh, pemahaman syariah yang menyeluruh, dan pembenahan akhlaq yang benar. Pembenahannya harus dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, negeri, dan barulah khilafah Islamiyah. Kedua tokoh itu pun punya perbedaan sedikit. Maududi dengan Jama'at Islaminya banyak menunjukkan figurisme Maududi dan lemah dalam kaderisasi. Maududi lebih banyak berceramah dan menulis buku daripada 'mencetak' kader. Begitu pula pergerakannya yang terbatas di anak benua India-Pakistan. Sedangkan pada Ikhwanul Muslimin, meski asy-Sahid Hassan al Banna adalah tokok utama, tetapi tidak menyebabkan munculnya figurisme. Wibawa Ikhwanul Muslimin tidak berkurang dengan meninggalnya Hassan al-Banna. Pergerakannya meluas ke hampir seluruh dunia. Sekurang-kurangnya pengaruh pemikirannya. Beliau lebih 'mencetak' orang daripada menulis buku. Dari para muridnya, muncullah pemikiran-pemikiran yang luar biasa. Bisa diambil contoh, Sayyid Quthb, Muhammad Quthb, Hassan al-Hudaibi, Umar Tilmisani, Dr. Yusuf Qordhowi, Musthafa Masyhur, Dr. Ali Juraishah, Syeikh Ahmad Qaththan, Dr. Musthafa as-Siba'io, dan lain-lainnya. Hassan al Banna dalam usianya yang pendek yaitu 43 tahun, memang terlalu singkat untuk sampai pada figurisme. Beliau seolah-olah hidup dan dilahirkan di bumi ini untuk memulai dan meletakkan dasar-dasar pergerakan dan da'wah Islam yang asli yang telah hilang di kalangan kaum Muslimin pada abad modern. Metode pergerakannya terus dikembangkan oleh para muridnya tanpa rasa khawatir akan kehilangan originalitas itu sendiri.

Sementara itu, gelombang kebangkitan Islam terus bergerak dengan tantangan-tantangan yang semakin berat. Fenomena kebangkitan Islam muncul di seluruh dunia. Palestina, tanah waqaf Islam, dari sanalah semangat jihad ditiupkan sampai hari kiamat. Tiupan itu menumbuhkan Gerakan Intifadhah, gerakan yang sulit ditumpas oleh Israel dibanding perlawanan negara-negara Arab, Islamic Trend Movement di Tunisia, Front Keselamatan Islam di Aljazair, Ikhwanul Muslimin di Jordan, dan perjuangan Mujahidin Afghanistan yang berjuang mengusir tentara Sovyet. Kebangkitan Islam juga diwarnai dengan berbagai pusat-pusat studi Islam di Barat dan penerbitan buku-buku Islam yang terus membanjir. Kenyataan ini tentu membangkitkan optimisme, meski tidak menutup mata terhadap meningkatnya sekularisme dalam berbagai aspek kehidupan.

Fenomena kebangkitan Islam di Indonesia juga ditandai dengan beberapa hal yang menarik dikaji. Di kota-kota besar, di kampus-kampus, di sebagian kelas menengah, mereka mulai 'belajar' Islam. Isu pembangunan yang dimulai tahun 70-an dan membawa dampak medernisasi dan sekularisme membuat terjadinya arus balik pada tahun 80-an. Mungkin ekses pembangunan yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi menyebabkan manusia kekeringan spiritual. Ini yang menyebabkan munculnya berbagai kajian tentang Islam dengan berbagai modelnya. Fenomena lain sebelum tahun 80-an, jika berbicara tentang Islam dan gerakannya maka orang akan menoleh ke organisasi-organisasi Islam atau partai politik Islam seperti PPP, NU, Muhammadiyah, HMI, PII, dan seterusnya. Seolah-olah yang punya Islam dan dakwahnya hanyalah mereka. Gejala ini mulai mencair menjelang tahun 80-an. Memang nasib dakwah Islam tidak bisa diserahkan hanya pada organisasi atau partai politik Islam. Di sisi lain muncul kenyataan: organisasi-organisasi itu semakin kurang cekatan dalam merespons aspirasi-aspirasi Islam. Dalam beberapa segi terjadi beberapa 'keletihan' (fatigue) karena kurangnya terobosan-terobosan pemikiran yang strategis. Organisasi-organisasi itu mulai digugat oleh sebagian pendukungnya karena semakin kabur dalam menentukan tujuan akhir yang hendak dicapai. Bahkan di kalangan kampus, HMI kurang mendapatkan pasaran bagi mahasiswa yang mau aktif dan mendalami Islam. Juga tidak menutup mata tentang gerak organisasi-organisasi tersebut semakin terbatas. Oleh karenanya muncul kesadaran baru bahwa dakwah Islam bukanlah monopoli ormas dan orpol Islam, tetapi menjadi kewajiban setiap individu Muslim. Apakah ia bergabung atau tidak dalam organisasi tersebut sementara dakwah yang dilakukan secara bebas dalam kelompok-kelompok kecil, yayasan-yayasan terasa lebih lincah. Kritik lain terhadap ormas-orpol Islam itu antara lain: gaya kerja dan manajemen yang 'agak kebarat-baratan' yang melonggarkan nilai-nilai agama yang mereka canangkan sendiri sebagai doktrin. Misalnya, pemahamannya tentang demokrasi yang cenderung liberal.

Gejala ini memunculkan kecendurungan baru, munculnya isu 'jama'ah'. Terdapat dua kecendurungan yang saling bertentangan. Satu pihak, mereka yang alergi dengan isu 'jama'ah'. Biasanya mereka yang sudah mapan aktifitas dalam ormas-ormas Islam, atau karena kepentingan politiknya sehingga menganggap isu 'jama'ah' itu adalah isu politik. Atau mereka yang sudah merasa cukup dengan mengartikan bahwa perintah berjama'ah itu sudah dilaksanakan dengan melalui ormas-ormas itu. Di pihak lain, mereka menganggap ormas-ormas itu 'bukanlah jama'ah' sebagaimana yang dimaksudkan oleh Rasulullah saw., baik karena kelakuan, cara berfikir anggota pendukungnya, ataupun karena mekanisme yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah.

Gejala lain adalah munculnya fenomena sempalan. Sebab utamanya bisa diduga karena tersumbatnya aspirasi utama kaum Muslimin. Aspirasi utama (mainstream) - karena halangan politis dan birokratis - menyebab-kan aspirasi-aspirasi murni Islam tidak tertampung sehingga muncullah gerakan sempalan, baik di bidang ideologi, pemikiran syari'ah, maupun pola-pola pergerakan.

Melihat kecendurungan di atas, maka harus ada kajian secara mendalam dan dewasa. Dan, untuk itulah buku ini ditulis.






Kandungan Buku
Buku ini terdiri atas tiga bab atau bagian utama. Bagian pertama, menjelaskan mengenai Haikal Jama’atul Muslimin (Struktur Organisasi Jama’atul Muslimin). Dalam bab ini, al-Ustadz Husain Jabir telah berusaha menjelaskan secara konsepsional berdasar tinjauan syari'at Islam yang menunjukkan betapa pentingnya wujud sebuah Jama’atul Muslimin. Ia awali pembahasannya dengan mengupas makna umat Islam, baik dari bahasa maupun geografis. Kemudian ia lanjutkan dengan membahas mengenai urgensi syura sebagai lambang tertinggi yang darinya lahir berbagai kebijaksanaan sebagai manifestasi political will umat Islam. Sejalan dengan itu tak mungkin terwujud sebuah syura berskala global, meliputi seluruh umat tanpa adanya imamah atau sistem kepemimpinan. Dalam membahas fasal ini, penulis telah menjelaskan bahwa yang terpenting adalah mewujudkan dan menjaga imamah-nya (kepemimpinan), bukan masalah siapa yang menjadi imam. Artinya bisa saja sang imam bukan berasal dari keturunan Quraisy, asalkan ia memiliki kelayakan sebagai pemimpin umat. Penulis berpendapat bahwa manakala kesatuan umat Islam dengan segala karakteristik positifnya telah terbentuk, ditambah lagi adanya lembaga syura yang berjalan di dalam kerangka sebuah imamah, berarti pada saat itulah sebuah Jama'atul Muslimin telah eksis dengan segala makna hakikinya. Oleh karenanya, bagian pertama ini ia akhiri dengan membahas secara khusus tujuan Jama'atul Muslimin, baik tujuan khusus maupun tujuan umum, apalagi di masa kini, di mana sebagian kaum Muslimin lalai terhadapnya. Maka kami merasa perlu untuk membicarakannya di sini.

Menurut al-Ustadz Husain jabir rahimahullah terdapat empat tujuan khusus jama’atul Muslimin, yaitu:
1. Pembentukan pribadi-pribadi Muslim (binaa’al-fard al-muslim)
2. Pembentukan rumah tangga Muslim (binaa’al-usrah-al-Muslimah)
3. Pembentukan masyarakat Muslim (binaa’al-mujtama’al-Muslim)
4. Penyatuan umat Muslim (Tauhid al-ummah al-Islamiyah)


Adapun tujuan umum Jama’atul Muslimin, menurut penulis buku ini, ada enam, yaitu:
1. Agar seluruh manusia mengabdi kepada Rabb Nya yang Maha Esa
2. Agar senantiasa memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
3. Agar menyampaikan dakwah Islam kepada segenap umat Manusia
4. Agar menghapuskan fitnah dari segenap muka bumi
5. Agar memerangi segenap umat Manusia sehingga mereka bersaksi dengan persaksian yang benar (syahadatain)

Olehnya, dapatlah kita fahami mengapa ketika penulis menguraikan pendahuluan dari buku ini, beliau mengajukan sebuah pertanyaan: "Adakah Jama'atul Muslimin di dunia sekarang ini?" Dan kemudian beliau sendiri menyimpulkan jawabannya bahwa berbagai pemerintahan Islam yang ada saat ini tidak satu pun yang memenuhi persepsi konsepsional mengenai Jama'atul Muslimin yang dicita-citakan oleh setiap muslim yang cinta akan kemuliaan Islam dan kaum muslimin.

Maka di dalam bagian kedua bukunya, penulis melanjutkan bahasannya dengan judul ath-Thariq ila Jama’atil Muslimin (Jalan Menuju Jama’atul Muslimin). Bagian kedua ini sedemikian pentingnya sehingga penulis menjadikanya tema sentral, bahkan menjadikan judul buku ini secara keseluruhan. Bagian kedua ini diawali dengan pembahasan mengenai fasal al-ahkam al-Islamiyah (Hukum-hukum Islam).

Sebagaimana kita ketahui dewasa ini kebanyakan manusia, termasuk kaum Muslimin, mempunyai persepsi keliru mengenai hukum-hukum Islam. Ada kesan seolah-olah hukum Islam merupakan aturan yang kuno, bahkan tidak sedikit yang berpendapat bahwa ia merupakan hukum yang sadis, kejam, dan tidak manusiawi. Apalagi setelah berbagai putusan pengadilan di beberapa negeri muslim yang memberlakukan hukum pidana Islam kemudian menjatuhkan vonis rajam bagi pezina, atau potong tangan bagi para pencuri, lalu hal ini diekspose oleh berbagai surat kabar dan majalah dengan suatu pendekatan anti Islam yang semakin memperkokoh kesalahpahaman umat manusia akan hakikat serta keadilan hukum Islam. Mengapa hal ini terjadi?

Sebab pokoknya adalah karena sebagian besar negeri-negeri yang menerapkan hukum-hukum Islam tidak memahami, apalagi mengaplikasikan syumuliyah (totalitas) ajaran Islam sebagai way of life atau minhaj al-hayah. Itulah alasannya mengapa penulis buku menganggap perlu menyisipkan bahasan yang diberi judul "Tidak ada Sektoralisasi dalam Hukum Islam." Manakala Islam dipahami secara syamil, niscaya penerpaan ajaran Islam akan mencakup tidak saja hukum pidana, melainkan juga pemberlakuan ideologi Islam di negara yang bersangkutan. Demikian pula berbagai aspek kehidupan lainnya, seperti di bidang politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta hubungan internasional. Semua akan diselenggarakan berdasarkan dan sesuai nafas ajaran Allah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, al-Islam. Adapun sekarang, apakah yang kita saksikan di tengah kebanyakan negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim? Di satu segi ada semangat untuk tetap memelihara warisan suci ajaran Islam, terutama di bidang ibadah praktis atau hukum pidana Islam, namun di sisi lain kita melihat bagaimana berbagai aspek kehidupan selepas itu diatur oleh ajaran-ajaran produk manusia yang sudah barang tentu mengandung banyak ketidaksempurnaan! Di satu sisi, semangat untuk memotong tangan sebagai sanksi bagi para pencuri terus ditumbuhkan, namun di sisi lain pengelolaan zakat sebagai landasan di dalam masyarakat tidak ditangani secara serius. Atau hukum rajam bagi para pezina ingin diterapkan, tetapi berbagai film-film seronok, majalah dan bacaan-bacaan cabul merambah dengan leluasa di tengah kaum muda umat. Inilah peringatan Allah yang jelas tertera dalam Al-Qur'an:

Apakah kamu beriman kepada sebagaian al-kitab (Qur'an) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. Pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada sisksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah : 85)

Ajaran Islam bersifat syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh, sempurna, dan saling menyempurnakan). Sedangkan Muslim memiliki al-qudrah al-juz’iyyah al-mahdudah (kemampuan sektoral dan terbatas). Oleh karenanya tidak mungkin Islam akan tertegak secara utuh manakala kaum muslimin menerapkannya secara individual. Ia mestilah diterapkan secara jama'i (kolektif). Harus ada suatu upaya ‘amal jama’i agar kesempurnaan Islam dapat terealisasi dalam kehidupan kolektif kaum Muslimin. Sedangkan kehidupan amal jama’i tidak akan mungkin terwujudkan dengan sempurna kecuali setelah terbentuknya sebuah tatanan dakwah yang memadai. Tatanan dakwah inilah yang merupakan fokus pembahasan penulis.

Maka di dalam fasal berikutnya penulis melanjutkan pembahasannya dengan menguraikan "langkah pertama Rasulullah SAW dalam Membina Jama'ah". Setelah itu beliau membahas "Rambu-rambu dari sirah Nabi dalam Menegakkan Jama’ah" yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jamaah, antara lain:
* Nasyr mabaadi’ ad-da’wah (menyebarkan prinsip-prinsip dakwah)
* At-takwin ‘alaa ad-da’wah (Pembentukan Dakwah)
* Al-mujabahah al-Musallahah (konfrontasi bersenjata)
* Al-sirriyah fi binaa’al-jama’ah (sirriyah dalam membina jama’ah)
* Ash-shabru’ala al-adza (bersabar atas gangguan musuh)
* Al-Ib’aad ‘an saahah al-ma’rakah (menghindari medan pertempuran)

Kemudian bagian dua ditutup dengan membahas "Tabi’at Jalan Menuju Jama’atul Muslim". Dan yang terpenting kita catat adalah berbagai contoh sepanjang perjalanan sejarah dakwah yang telah diuraikan secara baik sekali oleh al-Ustadz Husain Jabir.

Di dalam bahasan ketiga, penulis membahas bab berjudul "al-jama’ah al-Islamiyah al-‘Amilah fii Haql ad-Da’wah al-Islamiyyah" (beberapa Jamaah Islam di Medan Dakwah). Beliau mengangkat beberapa kasus dalam realitas dunia dakwah dewasa ini, sebelum langsung membahas satu per satu jamaah Islam yang ada, penulis mengawali tulisannya dengan fasal "Kondisi Amal Islami setelah Jatuhnya Khilafah Utsmaniyah".

Penulis mengambil empat Jamaah sebagai sampel pembahasan. Masing-masing mewakili kecenderungan berbeda.

Pertama, Jama'ah Anshor as-Sunnah al-Muhammadiyah, berdiri dan berkembang di Mesir. Jama'ah ini mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sosial dan ilmu pengetahuan (ijtimaiyyah wa ats-tsaqofah). Sering pula di sebut sebagi gerakan Salafi.

Kedua, Jama'ah Tabligh, yang lahir di India. Jamaah ini mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sufiyyah.

Ketiga, Jama’ah Hizb at-Tahrir yang lahir dan bermula di Yordania. Jamaah ini berorientasi pada seruan Politik (as-siyasi).

Keempat, Jama'ah al-Ikhwan al-Muslimun yang didirikan di Mesir. Penulis menganggap bahwa jama'ah ini mewakili gerkan dakwah yang memiliki karakteristik Syamil (Menyeluruh). Tidak hanya memperhatikan aspek sosial dan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga aspek sufiyyah dan aspek siasiyyah, bahkan juga meliputi aspek harakiyyah dan jihadiyyah (pergerakan dan Jihad). [Sumber: Dr. Salim Segaf al-Jufri, Kata Pengantar buku Menuju Jama'atul Muslimin]

Senin, 14 Februari 2011

Tegar di Jalan Dakwah

Tegar di Jalan Dakwah
Buku Tegar di Jalan Dakwah ini membahas empat hal besar yang masing-masing dijelaskan dalam bab tersendiri:
1. Problematika internal aktivis dakwah,
2. Problematika eksternal dakwah,
3. Daya tahan di medan dakwah, dan
4. Yang tegar di jalan dakwah.
Meskipun judulnya problematika, bab 1 dan bab 2 juga mencantumkan solusi pada setiap problematika yang muncul. Solusi pada bab 1 lebih detail dan bersifat aplikatif karena menyangkut permasalahan internal kader, sementara solusi pada bab 2 lebih bersifat global terkait langkah apa yang perlu diambil oleh jamaah dakwah. Bab 3 berisi langkah-langkah sistematis “membangun” dan “menjaga” daya tahan di medan dakwah. Sedangkan bab 4 banyak berisi contoh-contoh dai atau jamaah dakwah yang tegar menghadapi beragam mihnah.

1. Problematika Internal Aktivis Dakwah
Pembahasan problematika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah dakwah adalah gejolak kejiwaan, ketidakseimbangan aktivitas, latar belakang dan masa lalu, penyesuaian diri, dan friksi internal.
Gejolak kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang perlu disadari adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak merugikan dakwah dan aktivis dakwah.
Di antara gejolak kejiwaan itu adalah: Pertama, gejolak syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan lebih berpeluang “menggoda.” Kedua, gejolak amarah. Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka bani Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi citra dakwah, hubungan antar aktivis dakwah, dan terjadinya fitnah di antara kaum muslimin. Ketiga, gejolak heroisme. Semangat heroisme memang bagus dan sangat perlu, tetapi ketika sudah tidak proporsional ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya. Keempat, gejolak kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar pada para mualaf yang mendapatkan hampir semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya soliditas internal jamaah. Meskipun yang dicemburui oleh Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan materi ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negatif.
Ketidakseimbangan aktivitas juga menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktivitas ruhaniyah dengan aktivitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah di dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktivitas pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan antara perhatian terhadap aspek kualitas dengan kuantitas SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau keseimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus dipraktekkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktivis dakwah.
Latar belakang dan masa lalu aktivis yang buruk bisa pula menjadi problematika internal dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah solutif. Latar belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya tsaqafah Islam, tekanan keluarga yang menentang aktivitas dakwah, dan kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang “jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibilitas sang aktivis dakwah. Solusi atas problem ini terangkum dalam kata “mujahadah.” Bagaimana seorang aktivis melakukan muhasabah, menyadari kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa dikendalikan.
Problematika internal yang keempat adalah penyesuaian diri. Yakni penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang melekat pada masing-masing marhalah dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah dan jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah saat ini juga mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya. Antara mihwar tanzhimi yang berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak mampu menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat “kelambanan” kemanusiaan, kecenderungan jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai keterbatasan kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga jelas mana yang termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan mana yang asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
Problem internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa timbul dari lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antar lembaga, atau antar personal pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah yang harus tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini. Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran penting bagi kita: bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan proses tarbiyah, friksi menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para aktivis dakwah, restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih utama dibandingkan sekadar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja “memecah” jamaah.
Problematika Eksternal Dakwah
Problematika eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya besar bagi kebaikan bangsa dan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan kultural, problematika moral, dan problematika sistemik.
Di antara problematika dakwah di Indonesia yang menyangkut aspek spiritual dan kultural adalah: berhala-berhala modern baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan kebenaran, sains yang diabsolutkan, materi yang ditaati, maupun kekuasaan yang dipuja-puja; syirik, khurafat dan tahayul yang masih merebak di masyarakat; globalisasi dan dialektika kultural; serta tradisi baik yang sudah tergerus dan tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan peradaban.
Problematika moral di antaranya adalah minuman keras dan penyalahgunaan obat-obatan, penyelewengan seksual, perjudian dan penipuan, serta tindakan brutal dan kekerasan.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika sistemik adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan, kebodohan, dan ancaman disintegrasi bangsa.

Daya Tahan di Medan Dakwah
Dakwah yang merupakan jalan panjang dan lintas generasi niscaya memerlukan daya tahan yang permanen. Bagi, individu kader dakwah daya tahan ini jug harus dimiliki agar tetap istiqamah sampai mengakhiri sejarah kehidupannya dengan husnul khatimah. Untuk itu, paling tidak ada lima faktor yang perlu dimiliki para aktivis dakwah untuk merealisir daya tahan di medan dakwah: menguatkan dan membersihkan motivasi, menggapai derajat iman, menggandakan kesabaran, kekuatan ukhuwah, dan dukungan soliditas struktur.
Untuk menguatkan dan membersihkan motivasi kita perlu selalu memahami makna ikhlas dan berupaya mencapainya dengan jalan: senantiasa memperbaharui niat, berusaha keras menunaikan kewajiban, berusaha keras mewujudkan kecintaan kepada Allah, merasakan pengawasan Allah, dan hati-hati dalam beramal.
Untuk mencapai derajat iman kita perlu : memiliki orientasi rabbani, yakni menjadikan seluruh aktivitas selalu berorientasi kepada Allah, dan sebaliknya, berhati-hati terhadap orientasi duniawi. Jika kita mampu mencapai derajat iman ini, maka Allah menjanjikan kemenangan atas musuh, jaminan bahwa orang-orang kafir takkan menguasai, mendapatkan izzah, mendapatkan kehidupan dan rezeki yang baik, menjadi khalifah di muka bumi, serta mendapatkan surga di akhirat nanti.
Untuk bisa menggandakan kesabaran kita perlu memberikan dorongan jiwa untuk mengejar dengan sungguh-sungguh faedah-faedah yang ditimbulkan oleh kesabaran, dan betapa besar buahnya bagi agama dan keduniaan kita serta melawan pengaruh hawa nafsu. Jika kesabaran telah kita miliki maka kita akan mendapatkan hikmahnya yang luar biasa: dijadikan pemimpin, pahala yang besar, kebersamaan Allah, dan mendapatkan berbagai macam kebaikan karena sabar.
Untuk membangun ukhuwah kita perlu memotivasi diri dengan keteladanan ukhuwah di zaman kenabian lalu memperbaiki hubungan sesama aktivis dakwah berlandaskan cinta dan kasih sayang. Kita juga harus meminimalisir penghambat-penghambat ukhuwah. Jika kekuatan ukhuwah ini terbangun kokoh, maka daya tahan kita sebagai aktivis dakwah maupun daya tahan jamaah di medan dakwah akan semakin kokoh.
Sedangkan upaya membangun soliditas struktur paling tidak meliputi konsolidasi manajerial dan konsolidasi operasional. Konsolidasi manajerial dilakukan dengan penataan manajemen yang bagus dan profesional dalam setiap jalur dan lini. Selain mengambil prinsip-prinsip dari Al-Qur’an dan Hadits, prinsip manajemen modern juga bisa diterapkan. Konsolidasi operasional dimaksudkan untuk mensinkronkan berbagai kegiatan dalam skala gerakan, sekaligus senantiasa mengarahkan gerak dakwah kepada tujuan yang ditetapkan. Selain itu, untuk membangun soliditas struktur perlu menghindari hal-hal yang bisa merusaknya yaitu munculnya sekat komunikasi dan lemahnya imunitas struktural (mana’ah tanzhimiyah).

Yang Tegar di Jalan Dakwah
Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumnya sejak Rasulullah dan para sahabatnya, tabi’in, tabiit tabi’in, dan seterusnya.
Di antara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.
Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama jamaah. Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktivis dakwah juga berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan keyakinan akan janji-janji-Nya. Dan pada semua mihnah, kedekatan dengan Allah dan tawakal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah!

Selasa, 01 Februari 2011

Membina Angkatan Mujahid, by; Sa'id Hawa

MEMBINA ANGKATAN MUJAHID

Tentang Ikhwanul Muslimin, melalui penjelasan Hasan Al Banna, terdapat dua fenomena; pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaruan yakni dakwah. Pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala'ah terhadap risalah ikhwan, koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus, seberapa pun ukurannya; konsentrasi terdapap terhadap spesifikasi keilmuan

                  
* Hasan Al-Banna Peletak Teori Gerakan Islam Kontemporer

            Hasan Al-Banna hadir di saat kaum muslimin dalam keadaan tidak menentu.         
Walaupun mereka berjuang, namun hasil perjuangannya tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Fikrah Hasan Al-Banna adalah fikrah yang syamil (komprehensif), yang memenuhi seluruh kebutuhan kita, dan mengandung gagasan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini, dan dapat pula mengantarkan pada kemenangan islam secara total dengan izin Allah.

Barangsiapa yang mengamati realitas kaum muslimin kini, niscaya ia akan mendapati bahwa kapan pun dan di mana pun ide Hasan Al-Banna hadir, di situ muncul dinamika islam dan kaum muslimin. Sebaliknya, pada ketiadaannya kita akan menyaksikan mentalitas yang hina dan tunduk pasrah kepada kekuatan internasional yang kafir, di samping kekuatan regional yang zhalim.

Meskipun Hasan Al-Banna adalah satu-satunya tokoh yang kredibel untuk mengemukakan pandangan dan teori amal islami-berkat anugerah Allah swt-dakwah yang ditegakkannya memiliki mata rantai sejarahnya, di mana jika mata rantai itu saling berselisih, maka terjadilah kerusakan dalam dakwah. Bahaya paling besar yang dihadapi oleh dakwah dan jamaah ini adalah pewarisan yang cacat dan penisbatan diri-yang tidak benar-kepada Hasan Al-Banna.


* Kunci Memahami Dakwah Ikhwanul Muslimin

Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan seorang muslim adalah bahwa
umat islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim adalah memberikan kesetiannya pada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk memahami persoalan Ikhwanul Muslimin. Untuk masa sekarang agaknya hanya Ikhwanul Muslimin yang telah memenuhi syarat-syarat itu, karena jamaah islamiyah adalah jamaah yang mempunyai pemimpin yang lurus, yang lahir dari rahim shaf yang lurus pula, dan dibidani oleh sistem syura yang islami. Memiliki ciri-ciri kislaman sejati tanpa tambahan sifat lainnya. Berikap kritis, mengembangkan, dan mempelopori kebaikan di bawah naungan sifat-sifat itu. Aktif menegakkan islam secara total dalam segala lingkup, memahami islam secara baik dan komitmen penuh dengan mengikuti cara-cara yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

            Kunci ketiga dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan simbol bagi berkiprahnya panji politik islam di banyak wilayah islam. Ikhawnul Muslimin telah mengibarkan kembali panji-panji perjuangan untuk menegakkan sistem politik islam.

            Reformasi islam adalah trade mark Ikhwanul Muslimin yang pertama. Pembaharuan dan paham zaman menjadi kata kunci untuk mengetahui dakwah pokok Ikhwanul Muslimin. Yang masuk dalam dakwah antara lain :

1. Gerakan menghidupkan islam sesuai yang telah diwariskan oleh Rasulullah saw, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menuntut penghidupan ilmu, amal, situasi ahati, jiwa, dan ruhani

2. Proses menghidupkan islam menyangkut hal-hal :
♦ Fiqih dusturi (fiqih negara) dan memformat kehidupan islam dengannya
♦ Fiqih an-niqabah (sistem perserikatan dagang)
♦ Qawanin (undang-undang)
♦ Sistem rumah tangga islami
♦ Mengembalikan dinamika kehidupan umat islam

3. Menghidupkan sistem nilai islam secara global dan sektoral Prinsip umum dari dakwah Ikhwanul Muslimin adalah :
1. Ikhwanul Muslimin yang merupakan hizbullah (partai Allah) memiliki tujuanm sarana, undang-undang, khithah, dan berbagai atuan lainnya, yang disandarkan pada islam, komitmen pada islam, dam islam sebagai titik tolak (An-Nahl : 89)
2. Ikhwan adalah jamaah yang masuk ke dalam syariat islam. Pendapat yang beragam terhadap satu persoalan menjadikan daulah islam berhadapan dengan berbagai pilihan, yang dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat. Ikhwan pada hakekatnya menegakkan komitmen kepada islam sekaligus mengakomodasi kepentingan zaman dengan jangkauan operasional seluas mungkin.
3. Memelihara opini umum baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional, pada
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat islam dan dalam batas-batas yang tidak mengakibatkan ternodainya.

4. Hal-hal yang dijadikan pegangan oleh Ikhwanul Muslimin adalah :
♦ Dibenarkan oleh syariat
♦ Harus sebanding dengan senjata musuh dan dapat mencapai tujuan

5. Prinsip politik luar negeri Ikhwan adalah prinsip maslahah dengan maslahah dan pergaulan adil sama adil

6. Setiap wilayah hendaknya memiliki undang-undang, institusi, dan persoalannya sendiri
yang ditetapkan berdasarkan ushul fiqih sesuai wilayah yang bersangkutan, namun semua wilayah pemerintahan islam harus tunuk pada satu kekuasaan Amirul mukminin dan seluruh perangkat pemerintah pusat dalam perspektif undang-undang yang berlaku
7. Ada hukum yang dapat berubah mengikuti perubahan masa, akan tetapi perubahan ini berkaitan dengan kaidah-kaidah perubahan dalam perspektif islam
Hal-hal yang perlu diketahui sebagai anggota ikhwanul muslimin adalah :
1. Memahami permasalah dakwah kita, mendakwahkannya, serta mentarbiyah dan menarik perhatian orang untuk mendukungnya
2. Cara dakwah harus dapat menyentuh pembicaraan tentang ruh, jiwa, hati, serta nilai-nilai islam yang dapat dicapai. Memahami bekal perjalanan, prinip-prinsip langkah, dan kendala-kendala mendadak yang mungkin muncul di tengah perjalanan dakwah
3. Memahami kapasitas intelektual orang yang kita dakwahi.
Inilah ringkasan sebagian dari kunci untuk memahami Ikhwanul Muslimin dan dakwahnya, serat masalah-masalah yang dihadapi. Ini adalah pengantar terhadap Risalah Ta’lim agar kita mengetahui kedudukannya dalam dakwah Ikhwan dan kpentingannya dalam amal islami masa kini.

* KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID

                   Hasan Al-Banna berkata, “Imanmu kepada bai’at ini mengharuskanmu menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi ‘batu bata’ yang kuat. Wajib dalam hal ini berarti segala bentuk komitmen dakwah yang dituntut oleh gerakan islam masa kini.

                                                                                  
Kewajiban ini telah mencakup semua sisi kepribadian seorang akh mujahid Kewajiban-kewajiban yang berjumlah empat puluh ini adalah muatan operasional bai’at terhadap sepuluh rukun bai’at ini
Kewajiban Pertama Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.” Mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu bulan atau seminggu, karena dalam diri seorang mujahid ada hak-hak lain yang harus ditunaikan , sekaligus akan mendapat pahala penghayatannya Al-Qur’an mengandung santapan dan pengobatan hati manusia. Jika tidak memiliki waktu cukup untuk membaca Al-Qur’an, maka usahakan menentukan waktu beberapa hari dalam sebulan untuk melakukannya

Kewajiban Kedua, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaknya engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama, dan merenungkan artinya.” Memperbaiki bacaan Al-Qur’an dengan mempelajari ilmu tajwid. Menghayati makna Al-Qur’an. Mendengarkan bacaannya dengan khusyuk dan memperhatikannya dengan serius

Kewajiban Ketiga, Ustadz Hasan Al-Bann berkata, “Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai dengan waktu yang tersedia. Buku yang dirasai mencukupi kebutuhan ini minimal adalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak membaca hadist Rasulullah saw, minimal hafal empat puluh hadist; ditekankan untuk menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji risalah tentang pokok-pokok akidah dan cabang-cabang fiqih.” Membaca sirah nabi untuk menuju kedudukan sebagai teladan yang utama. Melakukan kajian terhadap ilmu dasar aqidah melalui buku-buku ahlus sunah wal. Pendalaman berbagai ilmu termasuk mempelajari satu kitab tentang fiqih dalam madzhab seorang imam

Kewajiban Keempat, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Di samping itu perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.” Melakukan general check up dan berobat bila terkena penyakit. Mengontrol secara ketat makanan dan minuman yang dikonsumsi dan olahraga harian. Memperhatikan hal-hal yang dapat melemahkan dan mengganggu kesehatan tubuh. Memelihara tubuh agar dapat digunakan untuk kebaikan

Kewajiban Kelima, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh, dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya kecuali dalam keadaan darurat dan hendaklah engkau menghindarkan diri sama sekali dari rokok.”

Kewajiban Keenam, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja, karena agama ini dibangun atas dasar kebersihan.”

Kewajiban Ketujuh, Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.” Menjadi orang yang jujur. Perkecualian untuk jujur yang membawa mudharat.

Kewajiban Kedelapan, Al-Banna mengingkarinya, bagaimanapun kondisi yang engkau hadapi.”

Kewajiban Kesembilan,Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.”

Kewajiban Kesepuluh, Ustad Hasan Al-Banna berkata, “Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.”

* TAHAPAN – TAHAPAN DAKWAH

              Dalam Risalah Ta’lim, Hasan Al Banna mengatakan,”Tahapan dakwah ada tiga macam” :

            Dalam tahapan ini dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarkat. Sistem dakwah untuk tahapan ini adalah sistem kelembagaan. Urgensinya adalah kerja sosial bagi kepentingan umum, sedangkan medianya adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktivitas lainnya.

            Dalam tahapan ini dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir politik untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun bagian yang ada. Sistem dakwah pada tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tataran ruhani dan bersifat militer dalam tataran operasional. Slogan kedua aspek ini “perintah dan taat dengan

             Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya kecuali orang-orang yang tulus.

Agar ketiga tahapan ini sukses maka kita harus memiliki tiga perangkat, yakni :

perangkat ta’rif, perangkat takwin, dan perangkat tanfidz. Setiap perangkat memiliki manhaj, perencanaan, metode dan kecakapan.

* Bentuk – Bentuk Kegiatan

       Seluruh unsur jamaah berkonsentrasi melakukan kegiatan ta’rif melalui ceramah-ceramah halaqah, penyebaran buku dan penjelasan. Pada bentuk ini menuntut adanya yang kapabel dalam menata kegiatan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tahapan berikutnya.

        Seluruh unsur jamaah di saat yang sama berkonsentrasi melakukan ta’rif dengan sarana-sarananya, takwin dengan sarana-sarananya, dan tanfidz dengan sarana- sarananya Pemimpin harus pandai meletakkan persoalan pada tempatnya.

         Seluruh unsur jamaah secara serentak bergerak di tahapan ta’rif, lalu berpindah secara serentak untuk melakukan takwin terhadap unsur-unsur yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya, lalu bergerak secara serentak pula menuju tanfidz


           Jamaah hanya memusatkan kegiatan pada ta’rif dan takwin pada saat yang bersamaan. Pemimpin mempersiapkan langkah tanfidz dan kajian berbagai kemungkinan.
Ta’rif, takwin, tanfidz dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan diawasi oleh suatu unit tersendiri. Bentuk ini menuntut setiap personil memiliki kemampuan melakukan ta’rif, takwin, dan tanfidz.

* Beberapa Pendapat Tentang Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz

Sejauh mana kadar ketepatan kita memilih bagi setiap persoalan, sejauh itulah kesempurnaan perjalanan yang kita tempuh. Persoalan-persoalan itu ada tiga :

1. Kematangan teori tentang ta’rif, takwin, dan tanfidz

2. Adanya pribadi-pribadi yang matang dalam tiga tahapan ini

3. Adanya perangkat yang matang dalam tiga tahapan ini

Apakah Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz Itu ?

       Tentang ta’rif, Hasan Al Banna mengatakan, “Ta’rif terlaksana dengan menyampaikan dakwah kepada semua orang. Beliau juga mengatakan tentang tahapan ini.” Tahapan seruan, pengenalan, penyebaran fikrah, dan menyampaikannya kepada seluruh lapisan. Tentang takwin, Hasan Al Banna mengatakan, “Takwin ini memilih unsur-unsur yang baik untuk mengemban beban jihad, dan memadukannya antara yang satu dengan yang lain.” Ia mengatakan juga, “kemudian tahapan takwin, menyeleksi pendukung, mempersiapkan pasukan, dan memobilisasi shaf dari kalangan para mad’u”.

Tentang tanfidz, Hasan al Banna mengatakan, “Dakwah di era tanfidz, adalah jihad yang tiada ragu dan perjuangan yang terus menerus untuk meraih cita-cita. Beliau juga mengatakan tahapan tanfidz adalah tahapan aksi dan produksi. Tanfidz ada dua macam, yakni tanfidz yaumi (pelaksanaan harian) dan tanfidz syamil (pelaksanaan Integralitas Antara Ta’rif, Takwin, dan Tanfidz. Setiap tahapan harus menjadi penyempurna bagi tahapan sebelumnya, dan standar kesempurnaannya haruslah transparan. Dengan ilmu dan keahlian itulah seseorang mendapatkan statusnya sebagai naqib atau naib. Boleh jadi, dengan wawasan keislaman yang minimal seseorang dapat direkomendasikan untuk memegang tugas takqin, atau dengan wawasan ketakwinan minimal ia diajukan untuk mengurus kegiatan tanfidz. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa setiap tahapan membutuhkan tahapan sebelumnya dan setiap tahapan menjadi pelayan bagi tahapan berikutnya.

                Yang dimaksud dengan ta’rif adalah memperkenalkan islam secara umum kepada orang baik secara ilmiah maupun praktis. Adapun yang dimaksud dengan takwin adalah mentarbiyah orang dengan standar keanggotaan dalam jamaah untuk memainkan perannya yang optimal bagi pelayanan islam. Tanfidz yang tidak tegak di atas pondasi ta’rif dan takwin, akan berakhir dengan kegagalan oleh sebab-sebab berikut :

1. Perangkat tanfidz akan termasuk unsur yang sebenarnya tidak layak diberi

2. Pelaksanaan tanfidz masa sekarang memerlukan kecerdasan dan ketrampilan yang

3. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang dapat senantiasa mensuplai sumber daya manusia untuk menunaikan tugas-tugas tanfidz

4. Perangkat tanfidz jika tidak dapat menggerakkan sekelompok umat melalui perangkat ta’rif dan takwin akan gagal belaka

5. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang dapat mempersembahkan pemecahan masalah di tubuh umat secara menyeluruh, serentak dan spontan

6. Perangkat ta’rif dan takwinlah yang mampu melakukan kontak individu dengan Secara rinci Hasan Al Banna menyebutkan bahwa enam peringkat keanggotaan dapat diringkas menjadi empat, yakni peringkat para pendukung, mujahidin, para naqib, dan para naib. Karakter untuk setiap peringkat keanggotaan adalah kadar pengetahuannya.

Kadar pengetahuan minimal bagi seorang muslim adalah memahami hal-hal penting yang dilakukannya sehari-hari. Setiap muslim harus mempelajari buku yang ringkas tentang aqidah, fiqih, akhlak, cara membaca Al-quran, tajwid, dan menghafal surat- surat yang disunnahkan untuk dihafal.